Jakarta, Radarbuana.com – Pergantian Direksi dan Komisaris sejumlah perusahaan pelat merah sudah dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir beberapa waktu lalu. Di dalam pergantian komisaris tersebut, muncul nama sejumlah perwira tinggi dan jenderal dari TNI maupun Polri.
Kebijakan yang diambil Erick ini pun menuai protes, salah satunya dari Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie. Ia menilai keterlibatan para jenderal dalam perusahaan BUMN tersebut secara eksplisit tidak sesuai dengan aturan dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri.
Menurutnya terutama dalam pasal 47 ayat (1) UU TNI mengamanatkan Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
“Begitu pun Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang juga mengamanatkan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” sebutnya dalam keterangan resmi yang diterima media ini, pada Sabtu (13/6/2020).
Kemudian, tambahnya, dalam konteks UU TNI, jabatan di BUMN juga tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit TNI aktif pada pasal 47 ayat (2).
Adapun jabatan yang dikecualikan tersebut adalah jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
Ikhsan pun memberikan sejulamlah catatan, yang perlu diperhatikan pemerintah. Adapun catatan tersebut, yakni: