Oleh: Fery Setiawan, drg., M.Si.
RadarBuana | Kediri – Saat ini, kita masuk ke zaman atau era digitalisasi yang berarti bahwa semua aspek kehidupan dan pekerjaan tergantung kepada dunia digital. Data yang diambil dari sumber Datareportal dan We Are Social sedikitnya terdapat 5.48 miliar perangkat seluler di dunia dengan lebih dari 7.6 juta aplikasi seluler yang memiliki aplikasi Google Play dan Apple App Store, serta setiap orang juga mengunduh 35 aplikasi yang bersumber dari Google Play dan Apple Ap Store di ponsel mereka untuk keperluan rutinitis setiap hari.
Ketergantungan terhadap era digitalisasi diperkuat dengan masuknya pandemi COVID-19 yang telah kita lewati bersama. Saat pandemi COVID-19 sedang merebak, segala aspek kehidupan secara penuh bergantung (fully dependent) terhadap aplikasi digital, terutama saat pemberlakuan pembatasan mobilitas demi menekan angka penularan dan transmisi COVID-19. Kelas, ruang rapat, dan pekerjaan yang semula dilaksanakan secara luring atau offline berubah menjadi daring atau online sehingga dengan adanya pembatasan tersebut meningkatkan penggunaan aplikasi digital di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: aplikasi digital untuk belanja, berolahraga, memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan untuk menikmati hiburan tanpa harus keluar rumah.
Tentunya peningkatan penggunaan aplikasi digital tidak dapat dihindari, namun yang harus diketahui adalah segala bentuk kemajuan teknologi pasti memiliki efek yang positif dan negatif. Hal tersebut dapat dianalogikan “bak pedang bermata dua”, dimana di satu sisi tentunya memiliki efek positif yaitu pengguna aplikasi digital tidak perlu harus keluar rumah, namun efek negatif nya yaitu terhadap ancaman bahaya kesehatan yang mengintai sewaktu-waktu. Kita mulai membahas dari sisi positif dimana sisi positif dari kemajuan aplikasi digital menjadikan bahwa dunia seakan menjadi borderless atau tidak bertepi.
Kita dapat menjalin komunikasi, memulai rapat, diskusi, atau hal-hal lainnya secara online atau daring. Selain itu, untuk keperluan sehari-hari (seperti: membeli kebutuhan hidup sehari-hari, perbankan, moda transportasi, dan konsultasi kesehatan kepada dokter) kita tidak perlu jauh-jauh harus keluar rumah untuk menuju ke toko, bank, dan ke tempat penjualan tiket moda transportasi karena hanya cukup dengan sentuh-sentuh pada ponsel atau telepon selular kita dapat membeli atau memesan dari jarak jauh.
Akibat dari kemajuan aplikasi era digital dapat juga berdampak terhadap pengurangan kemacetan dan polusi udara yang diakibatkan oleh lalu lalang orang dalam menggunakan jalan raya.
Namun, yang menjadi bahan pertimbangan kita adalah tidakkah kita juga memikirkan dampak atau efek negatif penggunaan aplikasi digital pada ponsel atau telepon selular? Ada beberapa efek negatif yang muncul akibat penggunaan aplikasi, yaitu: terhadap kesehatan dan terhadap hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Kita mulai membahas efek yang pertama yaitu efek terhadap kesehatan. Sebelum adanya kemajuan era digital, kita selalu keluar rumah untuk membeli, mendapatkan, dan mencukupi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Setelah adanya aplikasi era digital, dimana segala sesuatu dapat dikendalikan dari jarak jauh dengan menggunakan telepon selular atau ponsel maka kita menjadi malas keluar atau tergantung secara penuh terhadap ponsel. Hal tersebut dapat mengubah pola hidup (lifestyle) dari yang semula sehat karena kita harus berjalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadi sedentary lifestyle karena hanya tinggal menggunakan aplikasi dan semuanya terwujud.
Ancaman dari pola hidup sedentary (sedentary life style) terhadap kesehatan adalah dapat menimbulkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan pada sindroma metabolic (diabetes mellitus), dan jenis-jenis penyakit lainnya. Alasan yang menghubungkan antara pola hidup sedentary dengan munculnya penyakit tersebut di atas adalah karena malas gerak. Ketika tubuh digerakkan, maka seluruh anggota tubuh dan peredaran darah berada dalam kondisi yang prima yang artinya dapat bekerja mumpuni dan terdapat keseimbangan antara input (makan) dan output (gerak). Pola sedentary mengakibatkan tidak bergerak, sehingga karena tidak bergerak maka terjadi gangguan di dalam peredaran darah serta terjadi ketidakseimbangan antara apa yang dimakan dengan apa yang dikeluarkan. Hal tersebut tidak terjadi dalam waktu yang sebentar, karena tentunya dalam relatif waktu yang singkat tubuh masih dapat merespon dan mentolerir ketidakseimbangan tersebut. Yang menjadi masalah adalah apabila terus menerus hal tersebut dilakukan, dimana tubuh juga memiliki kemampuan maksimum untuk dapat merespon adanya gangguan. Apabila suatu saat respon tersebut sudah sampai pada titik maksimal, maka penyakit-penyakit yang telah disebutkan sebelumnya akan muncul dan dapat mengancam kehidupan.
Selain berefek terhadap gangguan kesehatan, pola hidup sedentary juga terkesan menjauhkan dan menghilangkan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk sosial yang berarti bahwa tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa mendapatkan bantuan atau memerlukan bantuan dari orang lain. Pola hidup sedentary akibat kemajuan era aplikasi digital, menyebabkan kita tidak keluar rumah melainkan tetap diam di dalam rumah. Hal ini dapat menyebabkan seakan-akan manusia tidak membutuhkan orang lain atau dapat diistilahkan dengan kata-kata “autis” sendiri. Lama kelamaan apabila pola kebiasaan tersebut dipupuk, maka kodrat tersebut akan bergeser dan akan terjadi perubahan sifat yang lainnya yaitu egoism yang tinggi karena merasa tidak membutuhkan orang lain atau merasa lebih hebat daripada yang lainnya.
Sejatinya, kemajuan teknologi memang tidak dapat kita hindari yang terjadi dalam waktu yang relative cepat. Namun kemajuan teknologi harus kita sikapi dengan bijak sehingga kita masih tetap dapat menikmati kemajuan teknologi dengan mendapatkan manfaat yang baik (positif) lebih banyak dibandingkan dengan manfaat yang buruk (negatif).
Penulis:
Dosen di Departemen Odontologi Forensik, Institute Ilmu Kesehatan (IIK), Bhakti Wiyata, Kediri, Jawa Timur, 64114.