RadarBuana | Bekasi – Kasus seorang nasabah, David Rahardja merasa dirugikan Bank Rakyat Indonesia (BRI), terkait tidak terlaksananya langkah-langkah perbankan yang sesuai, kini telah memasuki babak baru.
Kasus ini bermula sejak Desember 2022, ketika seorang pengusaha di Indonesia merasa dirugikan oleh kebijakan BRI yang dinilai tidak melaksanakan prosedur dengan benar. Pengusaha tersebut (DR), mengalami kerugian besar akibat permasalahan ini, termasuk tidak lagi memiliki akses kredit di bank lain akibat masuknya nama pengusaha tersebut dalam daftar hitam.
Awal Mula Permasalahan
Persoalan ini berawal pada 9 Desember 2022. Saat itu, DR berada di kantornya di Kelapa Gading, Jakarta, untuk menyerahkan kunci properti kepada BRI, meyakini bahwa tanggung jawabnya sebagai nasabah sudah selesai. Namun, beberapa waktu kemudian, ketika mencoba membuat berita acara penerimaan kunci dengan BRI, terjadi kesalahpahaman dalam proses administratif. Pihak pengusaha menganggap kewajibannya selesai, sementara BRI tetap mencatat adanya tanggungan utang.
Langkah BRI yang Dipertanyakan Nasabah
Polda Metro Jaya telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini dengan inisial KPP dari pihak BRI. Penetapan tersangka ini karena dugaan pelanggaran Pasal 49 ayat 1 dan 2 UU Perbankan, yang mencakup kewajiban BRI untuk menjalankan langkah-langkah perbankan yang transparan serta pencatatan yang akurat. Namun, pengusaha tersebut mengklaim bahwa BRI tidak menjalankan prosedur yang benar, seperti tidak memberikan informasi kepada nasabah tentang status utangnya pasca penyerahan kunci.
Menurut DR, jika BRI telah memberitahukan bahwa penyerahan kunci tidak menghapus utang yang tersisa, ia bisa melakukan tindakan lebih lanjut, seperti menjual aset dengan harga yang sesuai untuk menutup pinjaman tersebut.
Dampak Kerugian bagi Nasabah
Akibat tidak adanya komunikasi yang jelas dari BRI, pengusaha ini tidak hanya kehilangan aset namun juga mengalami kerugian besar dalam bentuk hilangnya proyek-proyek penting yang membutuhkan pendanaan dari bank. Nasabah tersebut kini berada dalam daftar hitam perbankan, yang artinya ia tidak bisa mendapatkan pinjaman dari bank lain meskipun memiliki aset yang bisa dijaminkan.
“Kerugian ini sangat besar bagi saya. Nama baik saya dalam dunia perbankan rusak, dan proyek-proyek besar yang sudah direncanakan tidak dapat berjalan karena tidak adanya modal,” ungkapnya. Hingga saat ini, tidak ada upaya permintaan maaf atau penyelesaian baik dari pihak BRI,:” jelaa David.
Upaya Hukum yang Dilakukan Pengusaha
Saat ini pengusaha tersebut telah menyusun tim hukum untuk melayangkan gugatan perdata terhadap BRI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini akan didasari oleh berbagai alat bukti, termasuk laporan dari Ombudsman yang mengindikasikan bahwa BRI sempat melakukan tindakan manipulasi data dengan menyertakan resi pengiriman palsu.
Pihak pengusaha menyatakan, “Ombudsman menemukan bukti bahwa BRI telah menggantung perkara ini sejak Desember 2022 dengan alasan yang tidak jelas. Mereka bahkan membuat resi pengiriman palsu seolah-olah telah memberikan surat peringatan kepada saya, padahal kenyataannya tidak ada surat tersebut yang sampai ke tangan saya.,” urai David.
Dalam upayanya mendapatkan keadilan, pengusaha ini berharap agar kasus ini segera mendapatkan penyelesaian yang transparan. Ia juga berharap bahwa perbankan di Indonesia lebih transparan dan tepat dalam menjalankan kebijakan mereka, demi menjaga kepercayaan nasabah serta nama baik di mata publik.
“Bagi saya, ini bukan sekadar masalah finansial, tetapi juga tentang nama baik yang harus saya jaga. Saya berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi lembaga perbankan agar lebih memperhatikan kepentingan nasabah dan bertanggung jawab dalam menjalankan prosedur perbankan yang benar,” pungkas pengusaha tersebut.
(Migo)