RadarBuana | Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak dilakukan evaluasi dan pengawasan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Wahyu Widada terhadap kinerja Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri atas penetapan tersangka terhadap dua orang advokat, Hendra Sianipar dan Sopar Jepry Napitupulu yang dipersangkakan turut serta membuat surat kuasa palsu atau turut serta menggunakan surat kuasa palsu atas nama kliennya.
Penetapan tersangka kedua advokat itu berdasarkan laporan polisi nomor: LP/B/24/1/2024/SPKT/BARESKRIM, dengan pelapor Andreas Sakti. Dugaan pidananya adalah turut serta melakukan pemalsuan surat dan/atau turut serta menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud Pasal 263 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 263 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“IPW memperhatikan penetapan tersangka ini tidak berdasarkan hukum karena pada pengaduan dua tersangka yang berprofesi sebagai advokat kepada IPW, adalah pertama, mereka dituduh turut serta memalsukan surat kuasa atas nama kliennya Lukman Sakti Nagaria. Padahal surat kuasa yang diberikan oleh klien disetujui dan dicap jempol oleh klien sendiri di hadapan advokat dengan identitas klien berdasarkan KTP atas nama Lukman Sakti Nagaria. Di mana dalam dua kali membuat surat kuasa klien Lukman Sakti Nagaria memberikan cap jempol di atas surat kuasa adalah person yang sama dengan identitas KTP,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Kedua, kata Sugeng, dua orang advokat tersebut dituduh menggunakan surat palsu dikaitkan dengan menggunakan surat kuasa yang dicap jempol oleh kliennya dalam pengurusan kasus sengketa tanah atas dasar kepemilikan atas nama Lukman Sakti Nagaria yang didasarkan alas hak Sertifikat Hak Milik No 5843/Rorotan dan Sertifikat Hak Milik No 5844/Rorotan yang terletak di Jalan Inspeksi Cakung Drain RT 003/RW 005 Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Ketiga, kata Sugeng, perkara yang ditangani oleh advokat Hendra dan Sopar jelas mewakili kliennya, Lukman Sakti Nagaria dalam kasus pertanahan ini berhadapan dengan pihak yang diduga entitas hukum berskala besar, di mana dalam perkara ini juga lahan tersebut sempat dipasang plang atas nama Edi Darnadi, nama purnawirawan yang pernah menjadi seorang perwira tinggi polisi.
“untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan,” terangnya.
Bahkan, kata Sugeng, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memperluas penafsiran Pasal 16 itu dalam Putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 dengan menyebutkan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
“Artinya, imunitas (kekebalan) advokat itu berada di ranah sidang pengadilan dan di luar sidang pengadilan. Oleh karenanya, advokat tidak identik dengan kliennya. Hal itu sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) yang menyebutkan bahwa advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat,” urainya.
Untuk itu, ia menilai penetapan tersangka terhadap advokat yang beritikad baik akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri pada masa mendatang. “Sehingga penetapan tersangka kepada Sopar Jepry Napitupulu dan Hendra Sianipar itu adalah tepat untuk dicabut,” pintanya.
“Kedua advokat itu juga telah mengadukannya kepada Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim melalui suratnya bernomor: 003/PH-LP/II/2025 tanggal 6 Februari 2025 perihal laporan dan pengaduan dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran kode etik,” lanjutnya.
Dalam perkara ini, ucap Sugeng, terlihat lawan dari dua advokat dalam status tersangka tersebut adalah korporasi besar dalam bidang properti, di samping ada nama purnawirawan mantan perwira tinggi polri, Irjen Purn Edi Darnadi.
“Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sulit bagi rakyat bawah untuk memperjuangkan hak keadilan dan hukumnya dalam proses penegakan hukum di Polri. Sinyalemen ini ditangkap oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sehingga Kapolri selalu berkomitmen bahwa penegakan hukum tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas yang kemudian dimunculkan melalui kinerja berbasis Presisi,” tandasnya.
(tom)