Oleh:* Fery Setiawan, drg., M.Si
Radarbuana | Kediri – Bulan Maret pada tahun 2025 ini merupakan bulan yang penuh berkah karena pada Bulan Maret ini terjadi dua peristiwa penting, yaitu: Awal Puasa Ramadhan 1446 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 1 Maret 2025 yang lalu dan setiap tanggal 21 Maret 2025 diperingati sebagai down syndrome’s day (hari down syndrome sedunia).
Down syndrome atau sindrom Down adalah kelainan genetik yang menyebabkan seseorang memiliki kromosom ekstra sebanyak 47 kromosom (dapat berupa trisomy 21, translokasi, dan mosaik). Tipe kromosom ekstra jenis trisomy 21 merupakan bentuk yang paling sering terjadi sedangkan bentuk translokasi dan mosaik merupakan bentuk yang paling jarang terjadi. Kondisi ini dapat menyebabkan tantangan mental dan fisik. Down syndrome disebabkan oleh pembelahan sel abnormal yang disebut nondisjunction embrio sehingga terjadi penambahan jumlah kromosom yang pada kondisi bayi normal memiliki 46 kromosom sedangkan pada bayi down syndrome memiliki 47 kromosom.
Adapun ciri-ciri penderita down syndrome adalah: ukuran kepala lebih kecil (mikrosefalus) daripada ukuran normal; bagian kepala belakang yang cenderung lebih datar; bentuk telinga kecil atau tidak normal; sudut mata luar naik ke atas; berat dan panjang ketika lahir dibawah berat dan panjang pada umumnya; telapak tangan hanya memiliki satu lipatan; tangan lebar dengan ukuran jari pendek; tulang hidung rata dan bagian hidung kecil; leher pendek; dan otot kurang terbentuk dengan sempurna. Prevalensi anak-anak yang lahir dengan kondisi down syndrome mencapai sekitar 1 dari 700 kelahiran, sehingga penting bagi orang tua dan tenaga medis untuk memahami tantangan serta strategi yang efektif dalam merawat kesehatan bayi dengan down syndrome, khususnya pada kesehatan gigi dan mulutnya.
Bayi dengan down syndrome seringkali menghadapi beberapa tantangan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka, yaitu:
Keterlambatan perkembangan: bayi dengan down syndrome mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan dentisi, yang berarti gigi mereka mungkin tumbuh lebih lambat dibandingkan anak-anak seusianya.
Masalah anatomi mulut: bayi dengan down syndrome struktur wajah dan mulut yang unik, seperti ukuran lidah yang lebih besar atau atipikalnya bentuk rahang, dapat menyulitkan kebersihan gigi. Hal ini meningkatkan risiko penyakit gusi dan kerusakan gigi.
Kemandirian dalam perawatan diri: bayi dengan down syndrome membutuhkan dukungan tambahan dalam kegiatan sehari-hari, termasuk menyikat gigi, yang berarti perawatan gigi yang mereka butuhkan juga lebih intensif.
Kekhawatiran Kesehatan Umum: bayi dengan down syndrome sering kali memiliki masalah kesehatan lain, seperti penyakit jantung atau gangguan pendengaran, yang dapat mempengaruhi perawatan gigi mereka.
Bentuk gigi dan akar yang lebih kecil daripada ukuran normal: gigi permanen pada bayi down syndrome sering kali berukuran lebih kecil (tidak proporsional) dibandingkan dengan bayi normal, yang disebut mikrodonsia. Ukuran mahkota yang mengecil (bagian yang terlihat di atas gusi) dikaitkan dengan berkurangnya email dan dentin (dua lapisan jaringan keras pertama gigi). Berkurangnya email dan dentin berarti lebih banyak risiko gigi berlubang. Selain lebih kecil dari rata-rata, pasien dengan down syndrome memiliki gigi yang sering kali memiliki akar yang lebih pendek (bagian di bawah gusi, yang menahan gigi di tulang rahang) sehingga terjadi pergerakan gigi yang bermasalah dan kehilangan gigi.
Kehilangan gigi premature: gigi pada down syndrome sering kali hilang seluruhnya yang disebut agenesis gigi. Gigi yang hilang sejak lahir dapat menyebabkan gigi lain bergeser, dan dapat membuat menggigit dan mengunyah menjadi tidak nyaman dan menyakitkan. Gigi yang hilang juga dapat mengurangi kepadatan tulang rahang sehingga menjadi lebih lemah karena area tempat gigi seharusnya berada tidak terstimulasi melalui penggunaan normal.
Masalah pada gigitan (bite problems): penderita down syndrome juga cenderung memiliki masalah gigitan karena tulang rahang atas (maksila) mereka sering kali lebih kecil sehingga gigi permanen tumbuh berjelal. Perawatan ortodontik diperlukan untuk mengatasi maloklusi. Namun, peralatan ortodontik dapat menimbulkan tantangan tersendiri yang dihubungkan dengan bicaranya lambat berkembang sehingga sering terjadi lebih banyak kesulitan dalam menyesuaikan bicara mereka dengan peralatan tersebut dibandingkan anak-anak lain.
Gigi berlubang: Beberapa penelitian menunjukkan orang dengan down syndrome memiliki gigi berlubang (karies gigi) lebih tinggi dibandingkan dengan normal.
Melalui adanya peringatan down syndrome’ day, diharapkan agar para pendamping anak down syndrome akan lebih mengerti cara menjaga kesehatan mereka terutama untuk yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut. Masyarakat yang belum pernah mengakses ilmu kedokteran gigi, khususnya pada anak dan anak down syndrome dapat mengkonsultasikan kesehatan gigi dan mulut kepada dokter gigi sehingga dapat meminimalisasi masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering muncul. Selain berkonsultasi, tetap perlu diperhatikan bahwa kebiasaan menyikat gigi juga harus dilakukan sehari sebanyak dua kali (pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur), rutin kunjungan ke dokter gigi sebanyak setahun dua kali, serta mengurangi makan-makanan yang manis dan banyak mengandung gula untuk meminimalisir terjadinya karies gigi. Jika bukan peran dari orang tua dan pendamping down syndrome, siapa lagi yang akan mendamping mereka. Jika bukan peran dari dokter gigi, siapa lagi yang akan memeriksa dan merawat kesehatan gigi dan mulut mereka.
Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat-sehat selalu.
Penulis:*Dosen Departemen Odontologi Forensik, Institute Ilmu Kesehatan (IIK), Bhakti Wiyata, Kediri, Jawa Timur, 64114.