Radarbuana | Jakarta,— Wellya Aziz dan Nurul Azizah, pasangan suami istri asal Pekanbaru, resmi menggugat Alethea Ling dan pihak-pihak lainnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara perbuatan melawan hukum, setelah mengalami kerugian ratusan juta rupiah akibat dugaan penipuan berkedok bisnis robot iklan dari perusahaan yang mengatasnamakan Tikbyte.
Gugatan yang teregister dengan nomor perkara 420/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL ini diajukan melalui tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Dr. H. M. Yusuf Daeng M, S.H., M.H., Ph.D., dan menyasar sejumlah entitas dan nama yang disebut turut serta dalam skema bisnis yang kini dituding sebagai penipuan terorganisir diajukan, Rabu 28 Mei 2025.
Dalam berkas gugatan yang telah diajukan, disebutkan bahwa pada 11 September 2023, tergugat Alethea Ling menghubungi Wellya Aziz melalui aplikasi Facebook. Dari komunikasi itu, tergugat menawarkan pekerjaan berbasis digital di perusahaan iklan bernama Tikbyte. Percakapan berlanjut ke aplikasi WhatsApp, dan pada 14 September 2023, Wellya mendaftar sebagai anggota.
Modal awal yang disetorkan adalah sebesar Rp150.000, untuk menyewa satu unit “robot iklan” yang diklaim akan memberikan penghasilan Rp15.000 per hari selama 20 hari. Nomor akun Wellya di sistem Tikbyte adalah 12841, dan seluruh transaksi awal dilakukan melalui transfer ke rekening PT Tri Usaha Berkat di Bank Danamon.
Belakangan, Wellya dan suaminya melakukan pembelian robot iklan lainnya melalui transfer ke PT Sera Gunung Mulia, menggunakan virtual account. Nilai investasi meningkat, namun sistem tetap berjalan lancar. Dalam enam bulan pertama, perusahaan masih mengirim keuntungan ke korban: Rp8.523.187 untuk Wellya, dan Rp7.912.000 untuk suaminya.
lebih lanjut Wellya mengungkapkan, semuanya berubah 29 Februari 2024. sistem Tikbyte menghilang dari internet. Website tidak bisa diakses, akun para pengguna terblokir, dan komunikasi dengan pihak perusahaan terputus total. Dalam sekejap, sistem yang semula menjanjikan keuntungan berubah menjadi bencana finansial.
Sehingga Wellya dan Nurul mengalami kerugian langsung,Wellya Aziz: Rp21.488.554 dan Nurul Azizah: Rp83.483.563.
Namun kerugian mereka tidak hanya bersifat materiil. Bahkan yang lebih mengejutkan, keduanya justru dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Riau atas dugaan penipuan dan penggelapan. Laporan itu dilayangkan oleh seseorang bernama Rohanum, diduga karena korban lainnya mengira pasangan tersebut adalah bagian dari jaringan penipuan.
“Kami bekerja sama seperti yang diarahkan sistem. Sama seperti pengguna lainnya. Tapi setelah semuanya hilang, kami dijadikan sasaran. Kami juga korban. Kok malah kami yang jadi tersangka?” ujar Nurul dalam keterangannya kepada media.
Modus Penipuan yang Sistematis: Robot Iklan dan Skema Rekrutmen
Menurut penuturan korban, sistem kerja perusahaan Tikbyte terkesan profesional dan terstruktur. Setiap pengguna menyewa robot iklan dengan meyakinkan bahwa keuntungan stabil. Mereka juga diarahkan untuk merekrut anggota baru, yang kemudian membeli robot yang semakin hari semakin memberikan upah kerja yang signifikan.
“Awalnya suami saya duluan. Setelah beberapa waktu kerja, saya mulai mengikuti pekerjaan ini karena diyakinkan oleh perusahaan bahwa perusahaan iklan ini aman dan memiliki legalitas MSB (Money Services Business)” papar Nurul.
Korban juga menyoroti peran entitas lain seperti PT Tri Usaha Berkat, PT Sera Gunung Mulia dan hubungan dengan sistem pembayaran di Bank Danamon, yang semuanya disebut dalam berkas gugatan sebagai pihak yang berkaitan.
Gugatan Perdata: Total Tuntutan Capai Rp1 Miliar Lebih
Melalui kuasa hukum mereka, para penggugat menuntut ganti rugi sebagai berikut:
Kerugian Materiil: Wellya Aziz: Rp21.488.554 dan Nurul Fadly: Rp83.483.563. Sedangkan kerugian Immaterial (masing-masing), Pencemaran nama baik: Rp300.000.000, Gangguan pekerjaan: Rp100.000.000 dan Waktu bersama anak yang terganggu: Rp100.000.000. Sehingga total tuntutan per penggugat: Rp500.000.000
Total keseluruhan gugatan: Lebih dari Rp1.1 miliar.
Penggugat juga meminta agar pengadilan menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp1 juta per hari jika tidak melaksanakan putusan pengadilan.
Meski kejadian terjadi di Pekanbaru, gugatan diajukan ke PN Jakarta Selatan karena perusahaan yang disebut-sebut berada di wilayah Jakarta. Menurut kuasa hukum, hal ini sesuai domisili hukum tergugat, dan juga untuk mempercepat proses perdata yang akan menjadi pijakan dalam menghadapi perkara pidana.
“Secara hukum, ketika perkara pidana dan perdata berjalan bersamaan, maka harus didahulukan perdata. Itu strategi kami,” kata Dr. Yusuf Daeng M, kuasa hukum utama.
Korban pun berharap Keadilan dan Perlindungan Hukum melalui jalur hukum ini, agar mereka bisa mendapatkan keadilan dan memulihkan nama baik mereka yang telah tercemar.
“Kami tidak hanya rugi secara uang, tapi juga secara psikologis. Nama baik kami rusak. Kami ingin ini diproses, dan mereka yang membuat sistem ini bertanggung jawab,” tegas Nurul.
Dengan laporan yang telah diajukan ke Mabes Polri, para korban juga berharap agar kasus ini ditindaklanjuti secara nasional karena diduga telah menelan banyak korban di seluruh Indonesia, meski belum semuanya berani bersuara.
[]