Radarbuana | Jakarta – Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat. Seorang wanita lanjut usia, Li Sam Ronyu (68), harus berhadapan dengan proses hukum yang pelik usai kepemilikan tanahnya di Desa Teluknaga, Kabupaten Tangerang, dipersoalkan oleh pihak yang mengaku ahli waris. Tak hanya kehilangan hak atas tanah yang dibelinya secara sah sejak 1994, Li Sam Ronyu kini juga ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemalsuan dokumen.
Kuasa hukumnya, Rudi Situmorang, menyatakan bahwa kliennya membeli lahan seluas 20.000 meter persegi dengan dasar empat akta jual beli (AJB) resmi, lengkap dengan bukti pembayaran melalui bank dan kewajiban pajak yang selalu dibayarkan.
“Selama puluhan tahun, klien kami membayar pajak dan merawat tanah tersebut. Tapi hari ini, beliau malah dikriminalisasi,” ujar Rudi saat memberikan keterangan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
Menurut Rudi, kasus bermula dari munculnya klaim sepihak dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris atas tanah yang telah dibeli Li Sam Ronyu. Diduga, pihak tersebut melaporkan kehilangan AJB ke kepolisian, lalu memanfaatkan laporan tersebut untuk menuduh kliennya melakukan pemalsuan dokumen dan tanda tangan.
“Yang mengeluarkan dokumen adalah BPN, transaksi dilakukan resmi, namun justru klien kami dituduh memalsukan dokumen. Ini adalah bentuk kriminalisasi,” tegasnya.
Ironisnya, penetapan tersangka dilakukan tanpa pemeriksaan terhadap saksi-saksi kunci. Padahal, gelar perkara khusus di Bareskrim menyatakan belum cukup bukti untuk menjerat Li Sam Ronyu secara pidana.
“Ada dugaan kuat ini adalah bagian dari praktik mafia tanah. Kami menduga ada upaya sistematis untuk merampas tanah sah milik klien kami melalui jalur hukum yang menyimpang,” ujar Rudi.
Pihak kuasa hukum telah melaporkan kasus ini ke sejumlah instansi, termasuk Propam, Itwasum, Karowasidik, BPN, Ombudsman, dan DPR RI. Rudi berharap ada audit investigatif terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/B/956/VIII/2024/SPKT/Polres Metro Tangerang Kota/Polda Metro Jaya.
Rudi menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal hak milik, melainkan juga soal perlindungan hukum bagi warga negara.
“Jika hukum bisa dipelintir untuk menekan warga yang sah secara hukum, maka tak seorang pun dari kita aman. Kami menuntut keadilan, bukan hanya untuk Bu Li Sam, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
(igo)