Radarbuana | Jakarta — Ketegangan antara DPR dan Kementerian Keuangan kini memasuki babak baru dengan munculnya dugaan publik bahwa teguran keras yang dilayangkan DPR kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa adalah cerminan dari kepanikan. Alih-alih murni soal etika, teguran ini dicurigai sebagai upaya untuk membungkam kritik terhadap dua isu sensitif: kenaikan signifikan dana reses anggota DPR dan dugaan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, sebelumnya telah menegur Purbaya agar tidak terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain, khususnya terkait pemotongan anggaran program MBG. Namun, analisis publik menduga bahwa teguran ini adalah respons atas sorotan tajam Purbaya terhadap penggunaan dana yang tidak efisien, yang secara tidak langsung menyentil alokasi anggaran yang melibatkan anggota DPR.
Kenaikan Dana Reses yang Misterius
Di balik layar, terkuak informasi yang membuat publik bertanya-tanya: dana reses anggota DPR ternyata mengalami kenaikan yang signifikan. Selama ini, isu dana reses jarang menjadi sorotan utama, namun “omon-omon” (perbincangan tak resmi) di kalangan internal mengungkap adanya alokasi dana yang tidak wajar. Kenaikan ini terjadi di tengah desakan penghematan anggaran yang sering didengungkan pemerintah.
Situasi ini memunculkan spekulasi bahwa Purbaya, sebagai penjaga gawang keuangan negara, telah menyuarakan keberatan atas kenaikan ini. Kritik Purbaya yang dinilai “mengganggu” akhirnya memicu reaksi balik dari DPR, yang merasa terancam dengan sorotan tersebut. Teguran kepada Purbaya, dengan alasan “tidak menghargai DPR,” dianggap sebagai manuver untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih substansial dan merugikan citra DPR.
Sorotan Publik Terhadap Program MBG yang ‘Tidak Profesional’
Selain dana reses, program MBG juga menjadi titik lemah yang memicu teguran DPR. Meskipun program ini memiliki tujuan mulia, publik dan beberapa pihak internal menduga adanya pelaksanaan dan penggunaan dana yang tidak profesional. Masyarakat menilai bahwa program ini terkesan terburu-buru dan tidak memiliki sistem pengawasan yang kuat.
”Masyarakat menduga (pelaksanaan MBG) membuat DPR makin panik,” tulis sumber berita. Dugaan ini muncul karena Purbaya, melalui pernyataan-pernyataannya, secara tidak langsung telah menyoroti potensi pemborosan dan ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan program. Jika Purbaya terus-menerus mengkritik MBG, maka akan semakin banyak pertanyaan yang muncul dari masyarakat. DPR, dalam hal ini, dianggap “buta” atau sengaja mengabaikan kritik terhadap program ini demi menjaga citra politiknya.
Dalam situasi ini, teguran dari Misbakhun kepada Purbaya dapat dibaca sebagai pesan: “Jangan sentuh-sentuh area kami.” Sikap ini menunjukkan bahwa DPR lebih memprioritaskan kepentingan politik dan menjaga “dapur” mereka agar tidak terusik, ketimbang bersikap transparan dan terbuka terhadap kritik yang membangun.
Purbaya sendiri masih bungkam terkait teguran tersebut, yang semakin memperkuat dugaan bahwa ada “permainan di balik layar” yang tidak ingin diungkap ke publik. Kondisi ini membuat publik semakin pesimis terhadap komitmen transparansi dan akuntabilitas dari para wakil rakyat.
Puncak Ketegangan
Ketegangan antara DPR dan Kementerian Keuangan mencapai puncaknya. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, secara terbuka menegur Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Teguran ini bukan sekadar kritik biasa, melainkan cerminan dari frustrasi DPR atas sikap Purbaya yang dinilai sering “mendahului” parlemen dalam membuat pernyataan publik terkait kebijakan fiskal.
Misbakhun menekankan bahwa setiap kebijakan yang menyangkut anggaran negara seharusnya melalui proses pembahasan bersama antara pemerintah dan legislatif. Namun, Purbaya dituding sering kali mengomentari kebijakan kementerian lain di media, seolah-olah kebijakan itu tidak melewati persetujuan DPR.
(Red)






