Radarbuana | Jakarta – Empat tahun berlalu sejak dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bersuara. Melalui wadah IM57+ Institute, sebanyak 57 eks pegawai KPK kini menempuh jalur hukum dengan menggugat Komisi Informasi Publik (KIP) agar hasil TWK yang selama ini dirahasiakan dibuka ke publik.
Langkah itu dinilai sebagai upaya terbaru membongkar tabir ketidaktransparanan dalam proses yang menyebabkan mereka kehilangan jabatan pada 2020. “Kami menempuh jalur KIP karena tidak ada kejelasan sampai hari ini. Publik berhak tahu bagaimana sebenarnya TWK dilakukan,” ujar Lakso Anindito, Ketua IM57+ Institute, Selasa (14/10/2025).
Lakso menegaskan, seluruh mantan pegawai yang tergabung dalam IM57+ Institute sepakat untuk menuntut haknya kembali bekerja di KPK. Mereka menganggap keputusan pemecatan akibat TWK tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Kami kompak, ingin kembali ke KPK. Ini bukan sekadar pekerjaan, tapi bentuk pemulihan martabat,” katanya.
Hasil TWK Masih Terkunci
Dalam sidang sengketa informasi yang digelar Senin (13/10), perwakilan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dihadirkan sebagai pihak terkait disebut tidak dapat menjelaskan alasan dokumen hasil TWK tidak bisa diakses publik.
“Bahkan mereka tidak mampu menjelaskan mengapa TWK hanya diberlakukan kepada pegawai KPK, bukan lembaga lain. Ada kekhususan yang janggal,” ungkap Lakso.
Menurutnya, sidang di KIP merupakan bagian dari rangkaian advokasi panjang IM57+ Institute untuk mengungkap dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan TWK. Ia menilai, proses tersebut sejak awal dirancang untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang dianggap kritis terhadap kebijakan pimpinan KPK kala itu.
Rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman Diabaikan
Lakso juga mengingatkan bahwa lembaga independen seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI telah mengeluarkan rekomendasi resmi pada 2021 yang menyatakan TWK di KPK cacat prosedur dan melanggar hak asasi manusia. Namun, hingga kini tidak ada tindak lanjut nyata dari pemerintah maupun KPK.
“Empat tahun berlalu, rekomendasi itu hanya jadi dokumen mati. Tidak pernah dijalankan, tidak ada pemulihan hak, dan tidak ada evaluasi,” tuturnya.
Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas. “Presiden harus membuktikan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi. Mengembalikan hak 57 pegawai KPK adalah simbol pemulihan integritas KPK,” ujarnya.
‘TWK Hanya Akal-akalan’
Sementara itu, Hotman Tambunan, mantan pejabat pelatihan KPK yang juga tergabung dalam IM57+ Institute, menyebut TWK tidak lebih dari alat politik yang digunakan untuk menyingkirkan pegawai yang kritis terhadap kepemimpinan Firli Bahuri, mantan Ketua KPK.
“TWK itu akal-akalan saja. Dirancang untuk menyingkirkan orang-orang yang menolak KPK dijadikan alat kekuasaan. Sekarang, setelah Firli terbukti banyak melakukan pelanggaran, waktunya membuka kebenaran TWK,” tegas Hotman.
Hotman berharap pemerintahan baru tidak mengabaikan persoalan lama yang belum selesai. “Rezim boleh berganti, tapi keadilan harus ditegakkan. Kami hanya menuntut agar kebenaran dibuka dan hak kami dikembalikan,” katanya.
Momentum Koreksi KPK
Kasus TWK menjadi salah satu titik balik paling kontroversial dalam sejarah KPK. Banyak pihak menilai tes tersebut menjadi pintu masuk pelemahan lembaga antirasuah, karena sejumlah pegawai berintegritas tinggi justru dinyatakan tidak lolos.
Kini, dengan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, IM57+ Institute menilai ini saat yang tepat untuk melakukan koreksi besar terhadap warisan kebijakan yang dianggap diskriminatif itu.
“Ini bukan hanya soal 57 orang, tapi soal arah pemberantasan korupsi di Indonesia. Kalau TWK dibiarkan tertutup, maka keadilan dan integritas KPK ikut tertutup,” pungkas Lakso.
(Reporter:Ig)






