Radarbuana | Jakarta – Sebuah konflik personal yang sempat mengemuka ke ranah publik dan melibatkan aduan ke Komnas Perempuan telah mencapai titik damai. Hari ini, Ade (pihak pengadu) dan Budiman (pihak yang diadukan) hadir bersama di kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) untuk menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus mengumumkan resmi perdamaian yang mereka capai
Kedatangan kedua belah pihak menandai penutupan kasus yang selama ini menyita perhatian, di mana Komnas Perempuan memainkan peran penting dalam menyediakan ruang aman dan mediasi yang berfokus pada keadilan.
Kesalahpahaman Murni Identitas Gender sebagai Pemicu Konflik
Ade menjelaskan bahwa keputusan untuk berdamai dengan Budiman merupakan hasil diskusi mendalam dan kesadaran bahwa seluruh konflik yang terjadi berakar dari kesalahpahaman murni (pure miscommunication).
Inti dari masalah ini terletak pada insiden pertemuan pertama. Ade memiliki penampilan fisik yang kerap disalahpahami sebagai laki-laki oleh masyarakat. Budiman, yang tidak mengenal latar belakang Ade, menyambutnya dengan sapaan akrab, “Halo bro,” sambil merangkul, layaknya menyapa seorang teman laki-laki.
”Pak Budiman itu mengira pada saat pertama kali ketemu sama saya, dia kira saya adalah laki-laki. Dengan ramahnya beliau merangkul saya. Begitu saya bersuara, barulah beliau tersadar,” jelas Ade.
Ade mengakui bahwa pada saat kejadian, ia merasa harga dirinya sebagai wanita terlanggar. Namun, setelah proses dialog yang difasilitasi, ia menyadari bahwa tindakan Budiman didasari oleh keramahtamahan (sikap humble) dan bukan niat buruk, melainkan murni misidentifikasi gender.
Apresiasi pada Komnas Perempuan dan Profesionalitas yang Dijunjung
Kehadiran Ade hari ini di Komnas Perempuan adalah untuk berterima kasih secara langsung. Ia mengakui bahwa lembaga tersebut telah memberikan perhatian dan dukungan yang sangat besar sepanjang proses aduan berlangsung, menyediakan platform penting saat ia sedang dalam tekanan.
Budiman, melalui Ade, menyampaikan bahwa ia sebenarnya memiliki sumber daya untuk melawan secara hukum dengan menunjuk advokat terhebat. Namun, ia memilih untuk menahan diri karena sejak awal menyadari bahwa masalah ini adalah kesalahpahaman, dan Ade saat itu berada dalam kondisi emosi dan tekanan.
”Beliau (Budiman) bisa saja melawan adik saya… Cuma kenapa saya diam? Karena saya tahu ini murni kesalahpahaman dan Adek lagi terguncang… Saya tunggu ada saat itu sendiri yang sadar dan sudah dengan emosinya, pasti kita akan bisa komunikasi,” ujar Ade, menirukan pesan Budiman.
Kedua belah pihak menegaskan bahwa penyelesaian ini dilakukan secara langsung (gentleman agreement) tanpa paksaan atau pihak ketiga, menunjukkan kemauan tulus dari keduanya untuk menutup konflik lama.
Ade menutup pernyataannya dengan menyampaikan pesan yang lebih luas. Ia merasa bangga telah memilih berdamai setelah mendengarkan cerita Budiman dan kini menyatakan posisinya berada di pihak yang ia anggap benar.
Dalam konteks yang lebih luas, Ade bahkan menyatakan dukungan publik terhadap Budiman yang saat ini sedang menghadapi proses hukum terkait sengketa bisnis dan properti dengan dua oknum warga negara Rusia di Bali. Ade menduga oknum asing tersebut terlibat dalam penipuan investor, pelanggaran proyek, dan memiliki indikasi dugaan pelecehan.
Ade secara eksplisit meminta kepada Pemerintah Daerah Bali dan aparat hukum untuk memberikan perhatian pada kasus yang dihadapi Budiman, yang dianggapnya sebagai orang baik yang memperjuangkan keadilan.
”Saya hari ini sampaikan di hadapan masyarakat bahwa saya bangga terhadap diri saya… Saya mendukung beliau untuk memperjuangkan keadilan buat beliau,” pungkas Ade, menandai pergeseran status dari pihak yang berseberangan menjadi kawan yang saling mendukung.
(Igo)






